Bekasi, Perubahmakna -- Sepasang muda mudi berjalan pada jalur khatulistiwa sedangkan suasana disana seakan mencengkam jiwa. Dua surat pengharapan pada tuhan yang berisi kalimat rayuan. Lantunan sajak indah yang mereka bacakan teramat memilukan. Cinta yang teramat besar kandas di tengah jalan. Tuhan mungkin gusar, atas apa yang dulu mereka lakukan. Entah kesalahan seperti apa yang mereka telah kerjakan, atau mereka tidak tau atas apa yang Tuhan sedang rencanakan.
Memanusiakan manusia
Memperlakukan orang sesuai norma, adab serta etika yang berlaku di negeri ini. Seorang laki-laki memperlakukan perempuannya tanpa hati, merangkai kata yang seolah membius jiwa yang rapuh. Lantas bayangan fatamorgana tersebut nampak jelas, sehingga terbuai dalam biasnya surga.
Berbinar mata indah itu, seraya meneteskan eluh yang kemudian jatuh ke dalam bayangan semu. Semua terasa gelap tak ada satu orangpun yang mengerti atas apa yang ia derita. Jiwa ini trenyuh namun aku tak tau apa yang harus dilakukan atasnya. Saat mendengarkan cerita dramatis yang ia susun dalam kalimat duka.
Tersenyum pada duka yang dalam, bahagia pada derita yang menerpa, kawan semangat untuk bangkit meskipun sulit tapi inilah hidup. Pasang surut kehidupan membawa kita ke titik yang mengharuskan bersikap Bodo Amat. Pahit manis menerpa yang sebagiannya menjadi hiasan lukisan senja, namun ada yang tumbuh menjadi pondasi sebagai penopang saat dirundung malang.
Kandas
Rencana Tuhan tak mungkin orang tau, sedangkan rencana manusia pasti Tuhan tau. Hebatnya doa yang murni mampu menembus batasan alam ini. Mana mungkin ia berencana ke hal-hal yang buruk sedangkan fitrahnya manusia ialah kebaikan. Ia tak merencanakan untuk berpisah dengannya, sedangkan hati pasangannya berontak tak ingin melanjutkan hubungan itu. Manalah tau seorang awam berbicara tentang hati. Namun tak salah jika ia mencurahkan perasaannya pada sunyi nan gelap, seraya memblokade hati yang hancur itu.
Selang berapa bulan banyak orang yang mencarinya serta bertanya gimana kabarnya. namun ia masih tertutup. Badai yang menerpa membuat kepribadiannya tertutup. Sebagian orang iba sedangkan yang lainnya biasa. Inilah kita yang hidup di dunia yang pana. Tak peduli apa yang orang lain kata, sedangkan kita masih berusaha membangun pondasi jiwa.
Penulis : Muhamad Padhil Sumarwan
0 Comments